Perbezaan pendapat para ulama tentang najis dan tidaknya anjing tidak terlepas dari pemahaman mereka terhadap hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذ...َا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا. - صحيح البخار
(ج 1 / ص298)
Dari Abu Hurairah, berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila Anjing minum pada bejana salah seorang dari kamu, maka cucilah tujuh kali. (HR Al-Bukhariy)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
(صحيح مسلم - (ج 2 / ص 121)
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw telah bersabda: Sucinya bejana salah seorang dari kamu apabila dijilat oleh anjing dengan mencucinya tujuh kali yang pertama kali dengan tanah. (HR Muslim).Berdasarkan hadis tersebut di atas paling tidak terdapat tiga pendapat menurut Imam Fiqih yang empat tentang kenajisan anjing.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Dalam mazhab ini, yang najis dari anjing hanyalah air liurnya, mulutnya dan kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dapat diqiyaskan (dianalogikan) sehingga tidak dapat dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu. Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap najis.
2. Mazhab As-Syafi`iyah dan Al-Hanbaliyah
Kedua mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Pendapat ini berdasarkan beberapa dalil,
Dalil pertama adalah berdasarkan kaidah qiyas:
Sabda Rasulullah S.A.W untuk membasuh bekas yang diminum oleh anjing adalah dalil bagi menunjukkan najisnya lidah, air liur dan mulut anjing. Memperhatikan lidah dan mulut merupakan anggota utama hewan dan dikategorikan sebagai najis maka sudah barang tentu anggota tubuh yang lainnya, yakni seluruh badannya – adalah najis juga. Sebab sumber air liur itu dari badannya. Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga, baik kencing, kotoran dan juga keringatnya.
Dalil kedua adalah berdasarkan sebuah hadis:
أَنَّه صَلَّى الله عليه وسلم دُعِيَ إِلَى دَارِ قَوْمٍ فَأَجَابَ ثُمَّ دُعِيَ إِلَى دَارٍ أُخْرَى فَلَمْ يُجِبْ فَقِيْلَ لَهُ فِى ذَلِكَ فَقَالَ: إِنَّ فِى دَارِ فُلاَنٍ كَلْبًا قِيْلَ لَهُ : وَ إِنَّ فِى دَارِ فُلاَنٍ هِرَّةً, فَقاَلَ : إِنَّ اْلهِرَّةَ لَيْسَتْ بِنَجَسَةٍ. (رواه الدارقطنى و الحاكم
Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda, "Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis." (HR Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny )
hadith di atas ini saya tidak tahu darjat nyer...moga mereka yg faqih dapat kritik skit...
Dari hadits ini bisa dipahami bahwa kucing itu tidak najis, sedangkan anjing itu najis.
3. Mazhab Al-Malikiyah
Pendapat ini menyatakan bahwa anjing tidak najis keseluruhannya. Sedangkan perintah Rasulullah S.A.W untuk membasuh bekas bejana yang diminum oleh anjing bukanlah disebabkan oleh kenajisan mulut, lidah dan air... liur anjing tetapi disebabkan kepada ketaatan kepada Allah semata-mata (ta'abudi).
Mereka berpendapat sedemikian dengan merujuk kepada hadis-hadis Rasulullah s.a.w. lainnya yang membenarkan penggunaan anjing terlatih untuk berburu dan tidak ada seekor anjing pemburu pun yang membunuh mangsanya melainkan melalui gigitan mulutnya. Hewan yang ditangkap oleh anjing buruan tersebut adalah tetap suci untuk dimakan seluruhnya berdalilkan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya". )QS. Al-Maidah: 4)
Apa yang digigit oleh anjing tersebut adalah halal dimakan. Maka, di manakah terletak kenajisan pada anjing?
Berdasarkan ayat di atas dan hadis-hadis yang membenarkan penggunaan anjing terlatih untuk memburu, mazhab Maliki berpendapat bahawa mulut, lidah dan air liur anjing bukanlah najis.
Pendapatnya Imam Malik ini juga didukung oleh ulama besar, Syekh Yusuf Al-Qaradhawi, dia mengatakan bahwa semua yang diciptakan Tuhan, termasuk anjing adalah suci karena Tuhan Maha Suci.
Imam Bukhari dalam kitab hadits shahihnya mencatat hadits riwayat Ibnu Umar yang berbunyi:“Adalah anjing-anjing kencing, datang dan pergi dalam masjid di zaman Rasûlullâh saw. tetapi para sahabat — Beliau — tidak menyiram sedikit pun dari yang demikian itu” (H.R. Al-Bukhârî. Lihat Fathul-Bârî juz I hal. 278).
Riwayat ini menunjukkan bahwa anjing itu tidak najis, karena kalau najis, sudah tentu masjid yang dimasukinya itu harus dicuci dan dibersihkan dari bekas-bekasnya. Apalagi peristiwa itu terjadi di masjid yang termasuk paling mulia di dunia, yaitu Masjid Nabawi (Masjidnya Nabi saw.) yang terletak di Madînah Al-Munawwarah.
Al-Imâm Ibnu Hajar juga menjelaskan, bahwa yang dimaksud dalil atau bukti sucinya bekas gigitan anjing oleh Al-Bukhârî dalam hadits ini ialah :
“Bahwasanya Nabi saw. membolehkan pada ‘Adî bin Hâtim untuk memakan apa saja yang diburu oleh anjing berburu, dan Beliau (Nabi) tidak mengharuskan untuk mencuci bekas tempat gigitan mulutnya”.
Sehubungan dengan hadits ini Imâm Mâlik berkata:“Bagaimana hasil buruan anjing itu boleh dimakan — tanpa dicuci lebih dulu — kalau jilatannya dianggap najis”. (Lihat Fathul-Bârî juz I hal. 279).
(ketiga pendapat di atas dapat dilihat dalam Al-Fiqhul Al-Islamiy I : 153-154 , bulughul maram I : 17, 22, 23 , Ibanatul-Ahkam I : 32)
Pendapat Yang Arjah (Paling Kuat):
Pendapat yang arjah (terkuat) adalah pendapat yang ketiga. Sebab-sebabnya adalah seperti berikut:
Pertama,
Kaidah qiyas yang digunakan untuk menghukum seluruh anjing sebagai najis adalah qiyas yang lemah. Karena:
1. Asal penggunaan kaidah qiyas adalah untuk mencari hukum terhadap urusan baru yang tidak terdapat pada zaman turunnya wahyu (al- Qur'an dan al-Sunnah). Menggunakan qiyas untuk menetapkan bahwa keseluruhan anjing adalah najis tidak dianggap kuat karena anjing pada asalnya sudah ada pada zaman turunnya wahyu. Berarti dia bukan merupakan urusan yang baru. Apabila sesuatu urusan sudah terdapat di zaman turunnya wahyu dan tidak ada wahyu yang menerangkan hukumnya, berarti Allah tidak bermaksud menetapkan hukum apapun mengenainya.
Apabila tidak ada hukum yang diturunkan, maka kembali kepada kedudukan yang asal, yaitu halal dan bersih. Firman Allah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا. الآية- (البقرة : 29)
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS Al-Baqarah: 29)
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. [QS. Al-Jatsiyah :13]
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. [QS. Luqman :20]
Kesimpulannya, anjing adalah haiwan yang telah ada pada zaman Rasulullah S.A.W. Apabila tidak ada ketentuan hukum diturunkan dalam persoalan najis atau tidaknya, berarti hukum anjing kembali kepada yang asal, yaitu hewan yang tidak najis.